Untuk Mereka yang Kusebut Orangtua



Pada bunda,

Duh, begitu lama kuabaikan rasa ini. Seperti anak durhaka rasanya, pada dia yang menjadikanku ada. Pada lembut yang menghidupiku dari tiada menjadi ada sekarang ini. Penuh cinta, kasih sayang dan kesabaran. Perempuan tanpa keluh.

Dalam segala keterbatasanmu, kau telah taklukkan hari-hari kerasmu untuk menjaga dan membimbingku sampai sejauh ini. Tak nyata memang, dan tak banyak petuahmu tersampaikan. Engkau memang perempuan tanpa keluh. Bekerja bukan dengan kata, namun laksana.

Dalam diammu, kau lakukan satu persatu kewajibanmu. Tuntaskan dharma-mu sebagai seorang ibu. Sampai tuntas tanggung jawabmu. Tak ada yang tertinggal satu pun, kau telah lunaskan semua. Sekarang, waktumu menikmati masa lelahmu, nikmatilah hidup ini. Selebihnya, biar jadi tanggung jawabku sekarang ini, sampai nanti. Dan kini giliran dharma-ku sebagai putrimu.

Tak banyak yang bisa kulakukan, tak akan mampu juga aku membalas semua, tapi aku ingin menjadi putri terbaik  untukmu, teruslah ajarkan aku tentang semua yang kau ketahui, aku ingin terus mendengar, aku benar - benar ingin mempelajarinya darimu. Agar kelak, akan kuceritakan pada putriku betapa besar pejuangan mu untuku.

Ibu
Kau perempuan tangguh yang berani melawan matahari, kau relakan kulitmu tersengat panasnya tanpa peduli

Kau memang tak pandai berkata bahwa sampai saat ini kadang mengkhawatirkan aku, tapi aku melihat itu dari sorot matamu.  Kau juga tak bisa menyembunyikan rasa bersalahmu karena membiarkan aku tumbuh jauh darimu, tapi akupun bisa merasakan itu. Kau tak salah bu

Kau tau bu
Putrimu yang dulu meninggalkan rumah dengan rengekan, kini kakinya sudah cukup kuat untuk bertahan, aku sudah belajar banyak hal. Dan itu terjadi karena kau izinkan aku untuk meninggalkan tempat ternyamanku kala itu. Aku teramat mencintaimu dengan segala kekuranganku.



Aah,  tak lengkap rasanya jika membicarakan ibu tanpa ayah

Untuk ayah juga demikian,

Tak pelak lagi, bergudang kesalahan masih tersimpan dan tak pernah aku sadari sebelumnya. Pada engkau sang pengayun cangkul, pada engkau sang pendiam dan pada engkau sang dharma sejati.

Diammu selama ini, masih kusadari ada roh cinta di dalamnya. Kau lebih banyak cucurkan keringat dari pada umbar kata, bahkan sangat irit pada kata. Sang pendiam seribu bahasa.

Kaupun telah tuntaskan dharmamumu sebagai seorang ayah, bahkan mungkin lebih. Namun tak jarang dulu aku mengingkarinya. Yah, maklumlah, usia dan kesadaran yang masih sangat rendah sebagai penyebabnya. Dan nikmatilah juga ketenangan masa tuamu. Kini giliran aku, anakmu. Mengabdi dan mencurahkan waktu buatmu, sebagai penebus sekian banyak waktu yang hilang dan terabaikan selama ini.


Ini untukmu
Bukan sekedar perayaan hari ibu
Tapi aku rindu

-----

~ Thmdamayanti



Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Walk Interview di Admedika

Be Your

THIS TOO SHALL PASS